Kepala Laboratorium Hidrometeorologi Fakultas Geografi UGM Sudibyakto mengatakan, kejadian alam yang unik ini merupakan fenomena atmosferik yang biasanya terjadi pada musim hujan. "Pada fenomena ini, cahaya matahari dipantulkan oleh uap air yang naik di atmosfer. Cahaya dipancarkan sehingga terlihat sebagai cincin pelangi," tuturnya.
Gambar diambil dari bawah tali flying fox. |
Bulan Januari ini Pulau Jawa memang sudah memasuki puncak musim hujan. Curah hujan turun dengan intensitas antara tinggi hingga sangat tinggi. Curah hujan pun terjadi hampir setiap hari dengan waktu cukup lama.
"Jadi, fenomena tersebut sama persis dengan fenomena terbentuknya pelangi, hanya saja kalau pelangi biasanya terjadi pagi atau sore hari, di mana sudut matahari terhadap bumi masih relatif rendah. Sedangkan Cincin Halo itu pada siang hari," ucap Sudibyakto.
Menurut Guru Besar Geografi UGM tersebut, fenomena ini sering disebut sebagai cincin pelangi karena lapisan warnanya mirip pelangi. Hanya saja, warna tersebut tidak selengkap warna pada pelangi. Istilah lain dari cincin disebut halo yang berasal dari bahasa Yunani Kuno artinya lingkaran bulan.
Warna cincin pelangi matahari tak selengkap pelangi ini perbedaan sudutnya. Cincin matahari biasanya terjadi pada siang hari atau saat posisi matahari berada tepat di atas bumi. Sudut yang tegak lurus membuat warna yang terbiaskan tidak selengkap pada pelangi di sore hari yang terjadi dengan sudut tertentu.
Pada lingkaran yang terlihat di Yogyakarta, Selasa (4/1/2010), warna-warna yang terlihat dari lapisan terdalam ke lapisan terluar berturut-turut adalah merah, jingga, kuning, dan hijau.
Pemerhati budaya Yogyakarta Heri Dendi mengatakan, dalam bahasa Jawa, fenomena cincin matahari ini dikenal dengan nama kluwung. "Fenomena ini pernah saya lihat di waktu-waktu dulu, tapi memang jarang," katanya.
KOMPAS.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar